Rabu, 24 November 2021

Kasih Sayang untuk Keluarga Penghormatan Kepada Ibu Halimah

KASIH SAYANG Kasih Sayang untuk Keluarga Penghormatan Kepada Ibu Halimah Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor kambing. Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta'if dikepung, kemudian dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya. Ia dihormati dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan wanita itu. (Siroh Muhammad Husain Haikal) Kasih Sayang Untuk Abbas bin Abdul Muththalib Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Yatsrib sedangkan Abbas tinggal di Mekah, mendengarkan berita Rasulullah dan kaum Muhajirin, dan mengirimkan berita-berita kaum Quraisy, hingga berkecamuknya Perang Badar. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam, tahu bahwa Abbas dan keluarganya dipaksa keluar berperang oleh Quraisy sedangkan mereka tidak berdaya mengelak. Rasulullah bersabda,“Aku tahu ada orang-orang dari Bani Hasyim dan lain-lain yang terpaksa keluar. Mereka tidak mempunyai kepentingan untuk memerangi kami. Siapa di antara kalian yang menjumpai mereka, orang-orang dari Bani Hasyim, janganlah dibunuh; siapa yang menjumpai Abbas bin AbduI Muththalib, paman Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam., janganlah di bunuh karena ia keluar berperang karena terpaksa”. (Sirah Shafiyyurahman Al Mubarakfury) Keberkahan Rasulullah bersama Halimah Ibnu Ishaq berkata: ‘Halimah pernah berkisah: bahwasanya suatu ketika dia pergi keluar bersama suami dan bayinya yang masih kecil dan menyusui. Dia juga membawa serta beberapa wanita yang sama-sama tengah mencari bayi-bayi susuan. Ketika itu sedang dilanda musim paceklik sedangkan kami sudah tidak memiliki apa-apa lagi, lalu aku pergi dengan mengendarai seekor keledai betina berwarna putih kehijauan milikku beserta seekor onta yang sudah tua. Demi Allah! Tidak pernah hujan turun meski setetespun, kami juga tidak bisa melewati malam dengan tidur pulas lantaran tangis bayi kami yang mengerang kelaparan sedangkan ASI di payudaraku tidak mencukupi. Begitu juga dengan air susu onta tua yang bersama kami tersebut sudah tidak berisi. Akan tetapi kami selalu berharap pertolongan dan jalan keluar. Aku kembali pergi keluar dengan mengendarai onta betina milikku yang sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan perjalanan sehingga hal ini membuat rombongan kami gelisah akibat letih dan kondisi kekeringan yang melilit. Akhirnya kami sampai juga ke Mekkah untuk mencari bayi-bayi susuan akan tetapi tidak seorang wanita pun diantara kami ketika disodorkan untuk menyusui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melainkan menolaknya setelah mengetahui kondisi beliau yang yatim. Sebab, tujuan kami (rombongan wanita penyusu bayi), hanya mengharapkan imbalan materi dari orang tua si bayi sedangkan beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bayi yang yatim, lantas apa gerangan yang dapat diberikan oleh ibu dan kakeknya buat kami?. Kami semua tidak menyukainya karena hal itu; akhirnya, semua wanita penyusu yang bersamaku mendapatkan bayi susuan kecuali aku. Tatkala kami semua sepakat akan berangkat pulang, aku berkata kepada suamiku: ‘demi Allah! Aku tidak sudi pulang bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi susuan. Demi Allah! Aku akan pergi ke rumah bayi yatim tersebut dan akan mengambilnya menjadi bayi susuanku. Lalu suamiku berkata: ‘tidak ada salahnya bila kamu melakukan hal itu, mudah-mudahan Allah menjadikan kehadirannya di tengah kita suatu keberkahan. Akhirnya aku pergi ke rumah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan membawanya serta. Sebenarnya, motivasiku membawanya serta hanyalah karena belum mendapatkan bayi susuan yang lain selain beliau. Setelah itu, aku pulang dengan membawanya serta dan mengendarai tungganganku. Ketika dia kubaringkan di pangkuanku dan menyodorkan puting susuku ke mulutnya supaya menetek ASI yang ada seberapa dia suka, diapun meneteknya hingga kenyang, dilanjutkan kemudian oleh saudara sesusuannya (bayiku) hingga kenyang pula. Kemudian keduanya tertidur dengan pulas padahal sebelumnya kami tak bisa memicingkan mata untuk tidur karena tangis bayi kami tersebut. Suamiku mengontrol onta tua milik kami dan ternyata susunya sudah berisi, lalu dia memerasnya untuk diminum. Aku juga ikut minum hingga perut kami kenyang, dan malam itu bagi kami adalah malam tidur yang paling indah yang pernah kami rasakan. Pada pagi harinya, suamiku berkata kepadaku:’ demi Allah! Tahukah kamu wahai Halimah?; kamu telah mengambil manusia yang diberkahi’. Aku berkata: ‘demi Allah! Aku berharap demikian’. Kemudian kami pergi keluar lagi dan aku menunggangi onta betinaku dan membawa serta beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam diatasnya. Demi Allah! Onta betinaku tersebut sanggup menempuh perjalanan yang tidak sanggup dilakukan oleh onta-onta mereka, sehingga teman-teman wanitaku dengan penuh keheranan berkata kepadaku:’wahai putri Abu Zuaib! Celaka! Kasihanilah kami bukankah onta ini yang dulu pernah bersamamu?, aku menjawab:’demi Allah! Inilah onta yang dulu itu!’. Mereka berkata:’demi Allah! Sesungguhnya onta ini memiliki keistimewaan’. Kemudian kami mendatangi tempat tinggal kami di perkampungan kabilah Bani Sa’ad. Sepanjang pengetahuanku tidak ada bumi Allah yang lebih tandus darinya; ketika kami datang, kambingku tampak dalam keadaan kenyang dan banyak air susunya sehingga kami dapat memerasnya dan meminumnya padahal orang-orang tidak mendapatkan setetes air susupun walaupun dari kambing yang gemuk. Kejadian ini membuat orang-orang yang hadir dari kaumku berkata kepada para pengembala mereka: celakalah kalian! Pergilah membuntuti kemana saja pengembala kambing putri Abu Zuaib mengembalakannya. Meskipun demikian, realitasnya, kambing-kambing mereka tetap kelaparan dan tidak mengeluarkan air susu setetespun sedangkan kambingku selalu kenyang dan banyak air susunya. Demikianlah, kami selalu mendapatkan tambahan nikmat dan kebaikan dari Allah hingga tak terasa dua tahun pun berlalu dan tiba waktuku untuk menyapihnya. Dia tumbuh besar namun tidak seperti kebanyakan anak-anak sebayanya; sebab belum mencapai usia dua tahun dia sudah tumbuh dengan postur yang bongsor. Akhirnya, kami mengunjungi ibunya dan dalam hati yang paling dalam kami sangat berharap dia masih berada di tengah keluarga kami dikarenakan keberkahan yang kami rasakan sejak keberadaannya dan itu semua kami ceritakan kepada ibundanya. Aku berkata kepadanya: ‘kiranya anda sudi membiarkan anak ini bersamaku lagi hingga dia besar, sebab aku khawatir dia terserang penyakit menular yang ada di Mekkah’. Kami terus mendesaknya hingga dia bersedia mempercayakannya kepada kami lagi”. Syafaat Untuk Abu Thalib Dari Al Musayyib bin Hazn berkata, “Ketika Abu Thalib hampir mati, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mengunjunginya dan mendapati Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah di sisi Abu Thalib. Lalu Rasulullah berkata, ”Wahai paman, ucapkan Laa Ilaha Illallah suatu kalimat yang aku akan membelamu karena ucapan itu dihadapan Allah.” Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata, “Apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?” Beliau terus menerus menawarkan kepada pamannya untuk mengucapkannya, tetapi kedua orang itu terus mengulang-ulang. Hingga akhir ucapan Abu Thalib adalah tetap berada pada agama Abdul Muthalib dan enggan mengucapkan Laa Ilaha Illallah. Rasulullah bersabda, “Aku benar-benar akan memintakan ampunan bagimu selama tidak dilarang “. Lalu Allah menurunkan ayat, Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, Walaupun ornag-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik adalah penghuni neraka jahanam. (At Taubah : 113). Ayat ini diturunkan Allah berkenaan dengan Abu Tholib. Riwayat lain: Dari Abu Hurairah, berkata ; Rasulullah berkata pada pamannya, “ Ucapkan Laa Ilaaha Illallah, aku akan bersaksi untukmu pada hari kiamat “, Abu Thalib menjawab, “ Seandainya orang Quraisy tidak mencelaku dengan mengatakan “ Abu Thalib mengucapkan itu karena hampir mati ”. Lalu Allah menurunkan ayat (At Taubah : 113) kepada Rasulullah. Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata, “Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia berada di neraka yang paling bawah.“ (HR. Bukhari no. 3883, 6208, 6572, Muslim 209) Dari Abu Sa`id Al Khudri, berkata, Disebutkan disisi Rasulullah pamannya Abu Thalib, maka beliau bersabda, ” Somoga syafa’atku bermanfaat baginya kelak di hari kiamat. Karena itu dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, api neraka mencapai mata kakinya lantaran itu otaknya mendidih”. (HR.Bukhari 3885, 6564, M uslim 210) Kisah Saudara Sepersusuan Rasulullah yang Menjadi Tawanan Perang Hunain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam diketahui sebagai anak semata wayang yang tak memiliki saudara kandung, namun beliau memiliki banyak saudara sepersusuan. Di antaranya adalah Asy-Syaima’ yang merupakan putri Halimah As-Sa’diyah, ibu susu Rasulullah. Namanya pun masih dikenang dan digunakan masyarakat Arab untuk menamai putri mereka sebagai tanda kehormatan atas jasanya merawat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Selama lima tahun, bersama ibunya, Asy-Syaima’ merawat dan mengasuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Suatu hari ketika menimang-nimang Muhammad kecil, Asy-Syaima’ berkata, “Wahai Tuhanku, jagalah Muhammad sampai kami melihatnya tumbuh dewasa. Kemudian kami ingin melihatnya sebagai seorang pemimpin yang disegani. Hancurkanlah para musuhnya dan orang yang dengki kepadanya serta berikanlah dia kemuliaan yang kekal selamanya.” Doa tersebut didengar Abu Urwah al-Azdi yang menyatakan betapa indah untaian kata yang diucapkan Asy-Syaima’. Ia pun berdoa semoga doa Asy-Syaima’ dikabulkan Allah swt. Suatu ketika, setelah memenangkan perang Hunain, kaum Muslimin memperoleh banyak harta rampasan dan tawanan perang. Di antara tawanan perang itu terdapat Asy-Syaima’ Binti Harits, saudara sepersusuannya. Ketika itu, kuda yang ditunggangi Rasulullah berhenti mendadak dan enggan jalan lagi. Para sahabat berusaha sekuat tenaga untuk menyeret kuda tunggangan Rasul. Namun tetap tak bergeming. Tak lama kemudian Asy-Syaima mendekati sekumpulan Muslimin dan mengatakan bahwa ia adalah sahabat mereka. Lalu ia mendekati Rasulullah dan menunjukkan tanda bahwa ia adalah saudara sepersusuannya. Sambil berkata “Wahai Nabi, saya adalah saudarimu.” Rasul mengenalinya dan seketika berdiri menyambut Asy-Syaima’. Beliau menggelar surbannya, lalu dengan santun dan penuh haru mempersilakan Asy-Syaima’ duduk di atasnya. Rasulullah segera menanyakan Asy-Syaima’ tentang keinginannya pulang ke kampung halaman. Jika Asy-Syaima’ mau, Rasulullah menawarkan untuk mengantarkannya. Meski demikian, beliau meminta agar Asy-Syaima tinggal lebih lama dan menetap di sana. Asy-Syaima lebih memilih dipulangkan ke kaumnya. Ia pun mengikrarkan dirinya sebagai Muslimah dan Rasul menghadiahinya seekor unta serta tiga budak laki-laki dan seorang budak perempuan. Begitulah, sikap yang ditunjukkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, selalu menghormati dan memperlakukan saudaranya dengan baik, sekalipun bukan saudara kandung. Mereka yang berjasa dalam kehidupan Rasulullah sudah selayaknya kita kenang dan mengambil pelajaran darinya. Pembelaan Kepada Sahabat Membela sesama muslim Dari 'Itban bin Malik t ia berkata: "Pada sebuah kunjungan, beliau mengerjakan shalat rumah kami. Seusai shalat beliau bertanya: "Di mana gerangan Malik bin Ad-Dukhsyum?" Ada seseorang yang menyahut: "Dia adalah seorang munafik, dia tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam segera menegur seraya berkata: "Jangan ucapkan demikian, bukankah kamu me-ngetahui dia telah mengucapkan kalimat syahadat Laa ilaaha illallaahu semata-mata mengharapkan pahala melihat wajah Allah?" Sesungguhnya Allah U telah mengharamkan atas neraka setiap orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaahu semata-mata mengharapkan pahala melihat wajah Allah ! Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas Neraka setiap orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaahu semata-mata mengharapkan pahala melihat wajah Allah !(Muttafaq 'alaih) Membela Sahabat Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu yang berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian menginfaqkan emas sebanyak bukit uhud, tidak akan ada yang menyamai satu timbangan (pahala) seorangpun dari mereka, juga tidak akan sampai setengahnya". Hadits ini diikuti pula oleh Jarir, Abdullah bin Daud, Abu Mu'awiyah dan Muhadlir dari Al A'masy. (HR. Bukhari) Qunut Shubuh Salim dari Ayahnya bahwa dia mendengar saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari rukuk di rakaat terakhir shalat shubuh, beliau mengucapkan: "Ya Allah, laknatlah fulan, fulan dan fulan, " yaitu setelah beliau mengucapkan: "Sami'allahu liman hamidah, rabbanaa walakalhamdu." Setelah itu Allah menurunkan ayat: '(Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu -hingga firmanNya- Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim) ' (Qs. Ali Imran: 128). Dan dari Hanzhalah bin Abu Sufyan aku mendengar Salim bin Abdullah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendo'akan (kejelekkan) kepada Shofwan bin Umayyah, Suhail bin 'Amru dan Harits bin Hisyam, lalu turunlah ayat: '(Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu -hingga firmanNya- Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim) ' (Qs. Ali Imran: 128). (HR. Bukhari) Menancapkan Dahan Untuk Mengurangi Siksa (Dari Jabir bin Abdullah bahwa) Rasulullah berkata (kepadanya), "Pergilah ke tempat dua pohon itu, lalu tebang satu dahan dari masing-masing pohon dan bawa ke tempat aku berdiri tadi." Kalau kamu telah berada di sana, maka tancapkanlah satu dahan di sebelah kananmu dan yang satu dahan lagi di sebelah kirimu!'" Jabir berkata, "Lalu saya segera berdiri, mengambil sebuah batu untuk saya pecahkan dan tajamkan {untuk menebang dahan pohon} lalu saya mendatangi dua pohon tersebut dan saya tebang dari masing-masing pohon itu satu dahan, lalu saya seret sampai saya berada di tempat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berdiri tadi, kemudian saya tancapkan satu dahan di sebelah kanan saya, dan yang satu dahan lagi di sebelah kiri saya. Setelah itu saya menemui Rasulullah dan berkata, "Ya Rasulullah, saya sudah melaksanakan perintah engkau. Sebenarnya untuk apa?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku tadi melewati dua kuburan yang sedang disiksa kedua penghuninya, maka aku ingin memberikan syafa'at agar siksa keduanya diringankan selama dua dahan tersebut masih basah." (HR. Muslim) Laknat Sebagai Pelebur Dosa Dari Aisyah RA, dia berkata, "Pada suatu hari, ada dua orang yang bertamu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Kemudian kedua orang tersebut membicarakan sesuatu yang tidak saya ketahui kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, hingga membuat beliau marah. Tak lama kemudian, saya mendengar Rasulullah melaknat dan mencaci mereka. Setelah kedua laki-laki itu keluar, saya pun bertanya kepada beliau, "Ya Rasulullah, sepertinya dua orang laki-laki tadi tidak memperoleh kebaikan, sebagaimana yang diperoleh oleh orang lain." Rasulullah balik bertanya, "Apa maksudnya ya Aisyah?" Aisyah menjawab, "Maksud saya, engkau telah melaknat dan mecaci-maki kedua orang tersebut." Lalu Rasulullah bersabda, "Hai Aisyah, tidak tahukah kamu apa yang pernah saya syaratkan kepada Tuhanku? Sesungguhnya aku telah memohon, 'Ya Allah, aku hanyalah seorang manusia. Jika ada seorang muslim yang aku laknat atau aku maki, maka jadikanlah hal tersebut sebagai pelebur dosa dan pahala baginya" (HR. Muslim) Pembelaan Untuk Pasukan Mu’tah Ibnu Hajar berkata : Di dalam al-Maghazinya buku sirah yang sangat terpercaya Musa bin Uqbah menyebutkan : Kemudian panji itu diambil oleh Abdullah bin Rawahah, dan ia pun gugur. Kemudian kaum Muslimin mengangkat Khalid bin Walid (sebagai panglima perang) dan akhirnya Allah mengalahkan musuh dan memenangkan kaum Muslimin. Imad bin Katsir berkata : Dapat disimpulkan bahwa Khalib bin Walid mengatur strategi dengan membawa mundur kaum Muslimin dan bertahan. Kemudian keesokkan harinya ia mulai mengubah posisi pasukan, yang tadinya di sayap kanan dipindahkan ke sayap kiri dan sebaliknya, untuk memberikan kesan kepada musuh kaum Muslimin mendapat bala bantuan. Kemudian Khalid menyerang merkea dan berhasil memukul mundur, tetapi Khalid tidak mengejar mereka dan melihat kembalinya kaum Muslimin (ke Madinah) merupakan pampasan yang sangat besar“. Menjelang masuk kota Madinah, mereka disambut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan anak-anak yang berhamburan menjemput mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : Ambillah anak-anak dan gendonglah mereka. Berikanlah kepadaku anak Ja‘far.Kemudian dibawalahlah Abdullah bin Ja‘far dan digendong oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Orang-orang meneriaki dengan ucapan : „Wahai orang-orang yang lari ! Kalian lari di jalan Allah“ Tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam membantah : „Mereka tidak lari (dari medan perang) tetai mundur untuk menyerang kembali insya Allah“. Cinta Untuk Kaum Anshar Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata :“ Ketika kaum Muhajirin datang ke Madinah seorang Muhajir mewarisi seorang Anshar tanpa adanya hubungan keluarga, karena Ukhuwwah yang telah dijalin oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam ketika turun ayat (artinya) : „Bagi tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya ….“ Terhapuslah hukum tersebut. Dengan demikian, berakhirlah masa keberlakuan hukum waris-mewarisi berdasarkan ikatan ukhuwwah tersebut. (Siroh Al Buthy) Kecintaan pada kaum Anshar Dari Abu Hurairah Radhiyalahu'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam atau Abu Al Qasim shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Seandainya orang-orang Anshar mengarungi lembah atau celah di bebukitan pasti aku akan mengarungi lembah yang ditempuh kaum Anshar. Seandainya tidak ada hijrah pasti aku menjadi seorang Anshar (penolong) ". Maka Abu Hurairah Radhiyalahu'anhu berkata; "Beliau tidaklah melampaui batas (dalam berbicara). Demi bapak dan ibuku (yang menjadi tebusannya), sungguh kaum Anshar telah memberi tempat kepada beliau, dan menolong beliau". Atau ucapan yang serupa dengan itu. (HR. Bukhari) Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Datang seorang wanita Anshar kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersama dengan seorang anaknya lalu beliau berbincang dengan wanita tersebut dan beliau bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh kalian adalah manusia yang paling aku cintai". Beliau mengucapkannya dua kali. Apakah kalian mencintaiku? Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Menurut al-Mas’udi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memasuki Madinah tepat pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Di sini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam disambut dengan meriah dan dijemput oleh orang-orang Anshar. Setiap orang berebut memegang tali untanya, karena mengharapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sudi tinggal di rumahnya, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berpesan kepada mereka, “Biarkan saja tali unta itu karena ia berjalan menurut perintah.“ Unta pun terus berjalan memasuki lorong-lorong Madinah hingga sampai pada sebidang tanah tempat pengeringan kurma milik dua anak yatim dari bani Najjar di depan rumah Abu Ayyub al-Ansary. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Di sinilah tempatnya insya Allah.“ Lalu Abu Ayyub segera membawa kendaraan itu ke rumahnya, dan menyambut Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dengan penuh bahagia. Kedatangan nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam ini juga disambut dengan gembira oleh gadis-gadis kecil bani Najjar seraya bersenandung : “Kami gadis-gadis dari bani Najjar, Kami harap Muhammad menjadi tetangga kami.“ Mendengar senandung ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bertanya kepada mereka, “Apakah kalian mencintaiku?“ Jawab mereka, “Ya.“ Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Allah mengetahui bahwa hatiku mencintai kalian.“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam Mengijinkan Para Sahabatnya Berhijrah ke Madinah Ibnu Sa’ad di dalam kitabnya ath-Thabaqat menyebutkan riwayat dari Aisyah ra. : Ketika jumlah pengikutnya mencapai tujuh puluh orang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam merasa senang, karena Allah telah membuatnya suatu “benteng pertahanan“ dari suatu kaum yang memiliki keahlian dalam peperangan, persenjataan, dan pembelaan. Tetapi permusuhan dan penyiksaan kaum musyrik terhadap kaum Muslim pun semakin gencar dan berat. Mereka menerima cacian dan penyiksaan yang sebelumnya tidak pernah mereka alami, sehingga para sahabat mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan permintaan ijin ini dijawab oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam :“Sesungguhnya aku pun telah diberitahu bahwa tempat hijrah kalian adalah Yatsrib. Barang siapa yang ingin ke luar, maka hendaklah ia keluar ke Yatsrib.“ Maka para sahabat pun bersiap-siap , mengemas semua keperluan perjalanan, kemudian berangkatlah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Sahabat yang pertama kali sampai di Madinah ialah Abu Salamah bin Abdul – Asad kemudian Amir bin Rab’ah bersama istrinya. Laila binti Abi Hasymah, dialah wanita yang pertama kali datang ke Madinah dengan menggunakan kendaraan sekedup. Setelah itu para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam datang secara bergelombang. Mereka turun di rumah-rumah kaum Anshar mendapatkan tempat perlindungan. [Dikutip dari buku Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih bahasa (penerjemah): Aunur Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press] Mencintai Kaum Anshar Ketika Fathul Mekah Kemudian Rasulullah bersabda, 'Barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan, maka ia aman.' Mendengar ucapan Abu Sufyan itu, orang-orang Anshar saling berbisik satu dengan yang lainnya, 'Rupanya lelaki itu masih mencintai daerahnya dan masih menyayangi keluarganya.' Tak lama kemudian turunlah wahyu kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan kami dapat melihat tanda-tandanya dengan jelas. Pada saat seperti itu, tidak ada seorang pun yang berani memandang ke arah Rasulullah hingga wahyu tersebut benar-benar telah sempurna turun kepadanya. Setelah itu Rasulullah berkata, 'Hai orang-orang Anshar!'Mereka menjawab, 'Ya Rasulullah!' Kemudian beliau bersabda, 'Tadi kalian mengatakan, "Ada seseorang yang masih mencintai daerahnya"'.' Mereka menjawab, 'Ya. Memang seperti itulah ucapannya ya Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Janganlah kalian berkata seperti itu! Sesungguhnya aku adalah hamba Allah sekaligus utusan-Nya. Aku telah berhijrah kepada Allah dan juga kepada kalian. Tempat hidup kalian adalah tempat hidupku, dan tempat mati kalian juga tempat matiku.' Mendengar penjelasan itu semua sahabat Anshar menghadap beliau sambil menangis dan berkata, 'Demi Allah, apa yang telah kami katakan tadi karena kami takut kehilangan Allah dan utusan-Nya dari kami ya Rasulullah.' Kemudian Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya dapat membenarkan alasan kalian' Lalu orang-orang Quraisy berbondong-bondong masuk ke rumah Abu Sufyan dan mengunci pintunya. Setelah itu Rasulullah berjalan menuju sebuah batu (Hajar Aswad). Setelah menyentuh dan menciumnya, beliau melakukan thawaf di Ka'bah. Lalu beliau mendekati sebuah berhala yang terletak di sudut Ka'bah dan masih sering disembah orang-orang musyrikin. Ketika itu beliau membawa sebatang tongkat, dan ditudingkannya tongkat tersebut ke arah mata berhala itu seraya berkata, 'Telah datang kebenaran dan lenyaplah kebatilan.' Setelah melakukan thawaf, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mendatangi bukit Shafa sambil terus memandangi Ka'bah dan mengangkat kedua tangannya serta memuji segala kebesaran Allah dan berdoa dengan doa yang dikehendaki". (HR. Muslim) Kasih Sayang Rasulullah Menghargai Perbedaan Pendapat Dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika perang al-Ahzab: "Janganlah seseorang melaksanakan shalat 'Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah." Setelah berangkat, sebagian dari pasukan melaksanakan shalat 'Ashar di perjalanan sementara sebagian yang lain berkata; "Kami tidak akan shalat kecuali setelah sampai di perkampungan itu." Sebagian yang lain beralasan; "Justru kita harus shalat, karena maksud beliau bukan seperti itu." Setelah kejadian ini diberitahukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau tidak menyalahkan satu pihakpun." (HR. Bukhari) Menjenguk Orang Sakit Dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjenguk seorang Arab badui, Ibnu Abbas melanjutkan; "Setiap kali beliau menjenguk orang sakit, maka beliau akan mengatakan kepadanya: "Tidak apa-apa, Insya Allah baik-baik saja." Ibnu Abbas berkata; lalu aku bertanya; "Baik?!, tidak mungkin, sebab penyakit yang di deritanya adalah demam yang sangat kritis, yang apabila diderita oleh orang tua akan menyebabkannya meninggal dunia." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalau begitu, memang benar." (HR. Bukhari) Tidak Menghinakan Orang Yang Melaksanakan Perintah Allah Dari Abu Hurairah, mengatakan; seorang pemabuk dihadapkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Nabi menyuruhnya untuk dicambuk. Diantara kami ada yang memukulnya dengan tangan, diantara kami ada yang memukulnya dengan sandal, dan diantara kami ada yang memukulnya dengan pakaiannya. Tatkala selesai, ada seorang sahabat mengatakan; 'sekiranya Allah menghinakan dia! ' Kontan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Janganlah kalian menjadi penolong setan untuk menjerumuskan kawan kalian!." (HR. Bukhari) Memperhatikan Tukang Sapu Masjid Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Seorang wanita berkulit hitam —atau pemuda— yang menjadi tukang sapu di masjid, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak melihatnya lagi, maka beliau bertanya keberadaannya dan para sahabat menjawab, 'Ia telah meninggal.' Lalu beliau berkata, 'Kenapa kalian tidak memberitahuku?'" Abu Hurairah berkata, "Seolah-olah mereka menyepelekan perkara ini atau meremehkannya." Kemudian beliau berkata, "Tunjukkan kepadaku kuburnya." Lalu mereka menunjukkannya, dan Rasulullah menshalatinya (ghaib) kuburan. Kemudian beliau bersabda, ' Sesungguhnya kuburan ini terasa gelap gulita oleh penghuninya, dan sesungguhnya Allah SWT akan menerangi kuburnya dengan shalatku untuk mereka'"(HR. Muslim) Memboncengkan Orang Yang Lemah Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Dalam sebuah perjalanan Rasulullah biasanya tertinggal di belakang, guna memberikan pertolongan kepada yang lemah serta membonceng dan mengajaknya. (HR. Abu Daud) Menjenguk Orang Sakit Dari Ummu Ala', ia berkata: Ketika saya sedang sakit, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam membesukku, kemudian beliau bersabda, "Bergembiralah kamu wahai Ummu Ala', sesungguhnya sakitnya seorang muslim itu dapat menghapus dosanya kepada Allah sebagaimana api dapat membersihkan kerak dari emas dan logam perak. " (HR. Abu Daud) Kasih Sayang Untuk Pasukan Badar Pertimbangan mereka ialah, pertama menunjukkan rasa belas kasih kepada para tawanan dengan harapan mereka akan tergugah untuk beriman kepada Allah. Kedua sebagai ganti dari harta kaum Muhajirin yang tertinggal di Mekkah dengan harapan akan dapat membantu memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Kecenderungan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam kepada pendapat ini menunjukkan rasa belas kasih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam kepada para sahabatnya. Perasaan belas kasih inilah yang mendorong Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam untuk mengangkat kedua tangannya memanjatkan do'a buat kaum Muhajirin ketika beliau melihat mereka berangkat menuju Badr dalam kondisi yang serba kekurangan : „Ya, Allah mereka berjalan tanpa alas kaki, maka ringankanlah langkah mereka. Ya Allah mereka kekurangan pakaian, anugerahkanlah mereka pakaian. Ya Allah mereka itu lapar, maka kenyangkanlah mereka.“ (Siroh Al Buthy) Kelembutan Rasulullah Selanjutnya aku berbincang-bincang dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Beliau berkata kepadaku :“Maukah kau menjual untamu itu apdaku , wahai Jabir ?“ Aku jawab :“Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam , aku hadiahkan saja untukmu“. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam berkata :“Tidak juallah padaku.“ Aku berkata :“Kalau begitu, tawarlah, wahai Rasulullah.“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menawar :“Aku beli satu dirham:“ Aku jawab :“Tidak, itu merugikan aku, wahai Rasulullah.“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menawar lagi :“ Dua dirham ?“ Aku jawab : Tidak.“ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam terus menaikkan tawarannya sampai mencapai harga satu‘Uqiyah. Lalu aku bertanya :“Apakah engkau telah rela wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam?“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjawab :“Ya sudah.“ Aku berkata :“Dia milikmu.“. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjawab :“ Aku terima ..“ Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bertanya :“Wahai Jabir, apakah kamu sudah menikah?“ Aku jawab :“Sudah wahai Rasulullah saa. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bertanya :“ Janda atau gadis ?“ Aku jawab :“Janda.“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :“Mengapa tidak memilih gadis sehingga kamu dan dia bisa bercumbu mesra.?“ Aku jawab :“ Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam , sesungguhnya ayahku telah gugur di Uhud. Dia meninggalkan sembilan anak wanita. Aku menikah dengan wanita yang pandai mengemong, trampil merawat dan mengasuh mereka.“ Nabi bersabda :“Engkau benar, insya Allah. Kalau kita sudah sampai di Shirara (nama sebuah tempat di Madinah), kita suruh penyembelih untuk memotong sembelihan. Kita semua tinggal di situ sehari, agar dia (istari Jabir) mendengar kedatangan kita, lalu mempersiapkan bantalnya“. Aku bertanya :“ Demi Allah swt, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, kami tidak punya bantal.“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjawab:“Dia pasti punya. Karena itu apabila kamu datang, lakukanlah suatu perbuatan yang menyenangkan.“ Jabir berkata :“Ketika kami sampai di Shirara, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan tukang sembelih untuk melakukan tugasnya, lalu hati itu kami tinggal di situ. Keesokan harinya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersama kami masuk Madinah. Jabir berkata :“Pada pag hari aku menuntun unta, aku bawa sampai ke depan pintu rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam , kemudian aku duduk di mesjid berdekatan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Setelah keluar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam melihat unta dan bertanya :“ Apa ini ?“ Mereka menjawab :“Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam , ini adalah unta yang dibawa oleh Jabir.“ Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bertanya :“Dimana Jabir ?“ Kemudian aku dipanggil menghadap beliau, lalu beliau bersabda :“Wahai anak saudaraku, bawalah untamu, dia milikmu.“ Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam memanggil Bilal dan bertanya kepadanya :“Pergilah bersama Jabir dan berikan kepadanya satu ‚Uqiyah.“ Kemudian aku pergi bersamanya lalu dia memberiku satu ‚uqiyah dan menambahkan sesuatu padaku. Demi Allah swt, uang itu terus bertambah dan bisa dilihat hasilnya di rumah kami.“ (Siroh Al Buthy) Pertolongan Untuk Banu Bakar Fat-hu Makkah ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah. Sebabnya adalah karena orang-orang dari Banu Bakar meminta bantuan personil dan senjata kepada para pemimpin Quraisy guna menyerang orang-orang Khuza‘ah. (Khuza‘ah telah menyatakan diri berpihak kepada kaum Muslimin sesuai perjanjian Hudaibiyah). Permintaan bantuan ini disambut oleh Quraisy dengan mengirim sejumlah militer Quraisy kepada mereka dengan cara menyamar. Di antara mereka terdapat Shafwan bin Umayyah, Huwaithib bin Abdul Izzi dan Makraz bin Hafsh. Kemudian mereka bertemu dengan Banu Bakar di sebuah tempat bernama al-Watir lalu mengepung selama semalam Banu Khuza‘ah yang tengah tidur dengan tenang. Akhirnya mereka membunuh 20 orang lelaki dari Khuza‘ah. Setelah peristiwa ini, Amer bin Salim al-Khuza‘I bersama 40 orang dari Khuza‘ah berangkat dengan menunggang kuda menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam guna melaporkan apa yang baru saja terjadi. Setelah mendengarkan laporan tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam berdiri dengan menyeret selendangnya seraya bersabda : „Aku tidak akan ditolong jika aku tidak membantu Banu Ka‘ab sebagaimana aku menolong diriku sendiri.“ Ditegaskan pula : „Sesungguhnya awan mendung ini akan dimulai hujannya dengan kemenangan Banu Ka‘ab“ (Siroh Al Buthy) Khawatir Keadaan Sahabat Saad bin Rabi Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda kepada para sahabatnya : „Siapa di antara kalian yang bersedia mencari berita untukku tentang keadaan Sa‘ad bin Rabi ? Masihkah ia hidup atau sudah matikah ? Salah seorang Anshar menyatakan kesediaannya, kemudian pergi mencari Sa‘ad bin Rabi.Akhirnya Sa‘ad ditemukan dalam keadaan luka parah, sedang menanti datangnya ajal. Kepadanya orang Anshar itu memberitahu :“Aku disuruh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam untuk mencari engkau, apakah engkau masih hidup atau telah mati…“ Sa‘ad menjawab :“ Beritahukan kepada beliau, bahwa aku sudah mati, dan sampaikanlah salamku kepada beliau. Katakan kepada beliau, bahwa Sa‘ad bin Rabi menyampaikan ucapan kepada anda (yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam ) : Semoga Allah swt melimpahkan kebajikan sebesar-besarnya atas kepemimpinan anda sebagai seorang Nabi yang telah diberikan kepada ummatnya ! Sampaikan juga salamku kepada pasukan Muslimin , dan beritahukan bahwa Sa‘ad bin Rabi berkata kepada kalian : „Allah tidak akan memaafkan kalian jika kalian meninggalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam, sedangkan masih ada orang-orang hidup di antara kalian.“ Orang Anshar itu melanjutkan ceritanya :“Belum sampai kutinggalkan, Sa‘ad pun wafat. Aku lalu segera menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan kusampaikan kepada beliau pesan-pesannya. (Siroh Al Buthy) Mendoakan Kebaikan Dari Abu Hurairah, dia berkata,”Ath Thufail bin Amr Ad Dausy menemui Nabi, seraya berkata,”Sesungguhnya kaum Daus telah durhaka dan menolak masuk Islam. Maka berdoalah kepada Allah agar menimpakan kehancuran kepada mereka.” Rasulullah segera menghadap kiblat sambil menengadahkan tangan. Melihat hal itu orang-orang berkata,”Tentu mereka akan binasa.” Tapi ternyata beliau berdoa,”Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kaum Daus dan anugerahilah mereka.”Beliau mengucapkannya tiga kali.” (HR. Syaikhani) Tidak Membunuh Orang Buta Setelah terjadinya pembelotan Abdullah bin Ubay dan para pengikutnya, Rasulullah memimpin sisa pasukan yang berjumlah 700 untuk melanjutkan perjalanannya menuju arah musuh. Antara lokasi perkemahan pasukan musyrikin dan gunung Uhud terhalang oleh tempat-tempat yang banyak, maka Rasulullah bertanya, “Siapakah diantara kalian yang bisa mengantarkan kami mendekati pasukan musuh melalui jalan yang dekat tanpa harus melewati mereka?”. Abu Khaitsamah berkata, “Aku wahai Rasulullah”, lalu dia mengambil jalan pintas menuju Uhud dengan melalui tanah lapang dan ladang Bani Haritsah, sedangkan posisi musuh di kanan mereka. Dalam perjalanan ini pasukan Muslimin melewati kebun Marba’ bin Qaidhi – seorang munafik yang buta matanya – ketika ia merasakan kehadiran mereka, ia menaburkan debu ke muka kaum Muslimin seraya berkata, “Jika engkau Rasulullah, aku tidak memberimu ijin masuk kebunku!”. Maka pasukan Muslimin bergegas hendak membunuhnya, tetapi Rasulullah berkata, “Kalian jangan membunuhnya, orang ini buta mata dan buta hati”. (Sirah Al Mubarakfury) Luka Di Uhud Dalam Shahih Bukhari disebukan bahwa gigi seri Nabi patah, kepalanya terluka dan darah mengalir darinya, kemudian beliau bersabda,”Bagaimana mungkin suatu kaum akan beruntung sedang mereka melukai wajah Nabi mereka dan mematahkan gigi serinya sedang dia menyeru mereka kepada Allah?” Maka Allah menurunkan ayat,”Tak ada sedikit pun (kami memiliki hak) campur tangan dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zhalim.” (QS. Ali Imran: 128) (Sirah Shafiyyurahman Al Mubarakfury) Shalat Ghaib untuk Raja Najasy Dari Jabir radliallahu 'anhu; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika meninggalnya an Najasyi: "Hari ini telah meninggal dunia seorang laki-laki shalih. Maka berdirilah kalian untuk mendirikan shalat (jenazah) untuk saudara kalian yang telah tiada itu".(HR. Bukhari) Berbuat Baik kepada mesir Ibnu Ishaq berkata bahwa Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri berkata kepadaku bahwa Abdurrahman bin Abdullah bin Ka'ab bin Malik Al-Anshari kemudian As-Sulami berkata kepadanya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Jika kalian berhasil menaklukkan Mesir, maka wasiatkan hal-hal yang baik kepada penduduknya, karena mereka mampunyai tanggungan, dan kekerabatan." Ibnu Ishaq berkata bahwa aku pernah bertanya kepada Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, "Apa yang dimaksud dengan kekerabatan yang disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mereka pada hadits tersebut?" Muhammad bin Muslim Az-zuhri menjawab,"Ibu Nabi Ismail, Hajar berasal dari mereka." Jawaban Berbeda Kepada Sahabat Amal Yang Paling Utama 1 Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Yahya bin Sa'id Al Qurasyi dia berkata, Telah menceritakan kepada kami bapakku berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah dari Abu Burdah dari Abu Musa berkata: 'Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Siapa yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya".(HR. Bukhari) Amal Yang Paling Utama 2 Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Khalid berkata, Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid dari Abu Al Khair dari Abdullah bin 'Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Islam manakah yang paling baik?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal".(HR. Bukhari) Amal Yang Paling Utama 3 Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus dan Musa bin Isma'il keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab dari Sa'id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang Islam, manakah yang paling utama? Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya". Lalu ditanya lagi: "Lalu apa?" Beliau menjawab: "Al Jihad fi sabilillah (berperang di jalan Allah). Lalu ditanya lagi: "Kemudian apa lagi?" Jawab Beliau shallallahu 'alaihi wasallam: "haji mabrur".(HR. Bukhari) Amal Yang Paling Utama 4 Telah menceritakan kepada kami Qutaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Al Khair dari Abdullah bin 'Amru bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; "Islam manakah yang paling baik?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu memberi makan dan memberi salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal".(HR. Bukhari) Amal Yang Paling Utama 5 Telah menceritakan kepada kami Isma'il Telah menceritakan kepadaku Malik bin Anas dari pamannya - Abu Suhail bin Malik - dari bapaknya, bahwa dia mendengar Thalhah bin 'Ubaidullah berkata: Telah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seorang dari penduduk Najed dalam keadaan kepalanya penuh debu dengan suaranya yang keras terdengar, namun tidak dapat dimengerti apa maksud yang diucapkannya, hingga mendekat (kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) kemudian dia bertanya tentang Islam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Shalat lima kali dalam sehari semalam". Kata orang itu: "apakah ada lagi selainnya buatku". Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak ada kecuali yang thathawu' (sunnat) ". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Dan puasa Ramadlan". Orang itu bertanya lagi: "Apakah ada lagi selainnya buatku". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak ada kecuali yang thathawu' (sunnat) ". Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut: "Zakat": Kata orang itu: "apakah ada lagi selainnya buatku". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak ada kecuali yang thathawu' (sunnat) ". Thalhah bin 'Ubaidullah berkata: Lalu orang itu pergi sambil berkata: "Demi Allah, aku tidak akan menambah atau menguranginya". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dia akan beruntung jika jujur menepatinya".(HR. Bukhari) Amal yang utama 6 Dari Abdurrahman bin Auf, dia berkata,”Menjelang wafatnya Nabi, orang-orang berkata kepada beliau,”Wahai Rasulullah, berikanlah nasihat kepada kami.” Beliau bersabda,”Kunasihatkan agar kalian memperhatikan orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan anak-anak mereka. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka ibadah kalian yang sunah maupun yang wajib tidak akan diterima.” (HR. Thabrani) Perlakuan Berbeda Kepada Sahabat Perlakuan Berbeda Dalam Memberi Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Amir bin Sa'd bin Abu Waqash dari Sa'd, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan makanan kepada beberapa orang dan saat itu Sa'd sedang duduk. Tetapi Beliau tidak memberi makanan tersebut kepada seorang laki-laki, padahal orang tersebut yang paling berkesan bagiku diantara mereka yang ada, maka aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan si fulan? Sungguh aku melihat dia sebagai seorang mu'min." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membalas: "atau dia muslim?" Kemudian aku terdiam sejenak, dan aku terdorong untuk lebih memastikan apa yang dimaksud Beliau shallallahu 'alaihi wasallam, maka aku ulangi ucapanku: "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan si fulan? Sungguh aku memandangnya sebagai seorang mu'min." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membalas: "atau dia muslim?" Lalu aku terdorong lagi untuk lebih memastikan apa yang dimaksudnya hingga aku ulangi lagi pertanyaanku. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Sa'd, sesungguhnya aku juga akan memberi kepada orang tersebut. Namun aku lebih suka memberi kepada yang lainnya dari pada memberi kepada dia, karena aku takut kalau Allah akan mencampakkannya ke neraka". Yunus, Shalih, Ma'mar dan keponakan Az Zuhri, telah meriwayatkan dari Az Zuhri (HR. Bukhari) Perlakuan Berbeda Kepada Tamu Dari Aisyah, dia berkata,”Ada seseorang yang meminta izin untuk masuk ke rumah Rasulullah. Beliau berbisik,”orang ini tidak baik.” Ketika orang itu sudah masuk, maka beliau membentangkan tangannya dan menyambutnya dengan ramah. Ketika orang itu sudah pergi, datang orang lain yang meminta izin untuk masuk. Beliau berbisik,”Orang ini baik.” Setelah orang itu masuk, beliau menyambutnya dengan cara yang biasa-biasa saja dan tidak seramah sambutan beliau terhadap orang yang pertama. Ketika orang yang kedua ini sudah keluar, aku bertanya,”Wahai Rasulullah, orang yang pertama meminta izin untuk masuk rumah dan engkau mengatakan seperti yang telah engkau katakan, kemudian engkau menyambutnya dengan ramah tamah. Lalu engkau menyambut kedatangan orang yang kedua biasa-biasa saja dan aku tidak melihat engkau berbuat seperti yang engkau perbuat terhadap orang pertama. Mengapa begitu?” Maka beliau menjawab,”Wahai Aisyah, sesungguhnya orang yang paling buruk ialah yang kejahatannya ditakuti.” (HR. Ahmad) Perlakuan Berbeda Kepada Pemimpin Dari Abu Dzar bahwa Rasulullah pernah bertanya kepadanya,”Apa pendapatmu tentang Ju’ail?” “Dia orang miskin seperti yang tampak kesehariannya di hadapan orang banyak.” Jawabku.”Lalu apa pendapatmu tentang fulan?” tanya beliau. “Dia adalah seorang pemimpin manusia,” jawabku. Beliau bersabda,”Juail lebih baik daripada dunia dan seisinya.” “kalau memang Fulan begitu, lalu mengapa engkau berbuat ramah kepadanya?” Beliau menjawab,”Dia adalah pemimpin kaumnya dan aku perlu mempengaruhi hati mereka.” (HR. Abu Nu’aim) Perlakuan Berbeda Kepada Orang Bersin Dari Anas, dia berkata,”Ada dua orang yang bersin di sisi Rasulullah. Yang satu mengucapkan hamdalah dan satunya lagi tidak mengucapkannya. Ketika hal ini disinggung, maka beliau bersabda,”Orang ini memuji Allah dan yang itu tidak memuji Allah.” (HR. Syaikhani, Abu Daud dan Tirmidzi) Perlakuan Berbeda Dalam Pemberian Dari Amr bin Taghlib, dia berkata,”Rasulullah memberikan sesuatu kepada segolongan orang dan sebagian lain tidak diberi. Karena itu golongan yang kedua ini seakan-akan mencemoh tindakan beliau. Maka beliau bersabda,”Aku memberikannya kepada segolongan orang, karena aku justru mengkhawatirkan kerakusan dan keresahan hati mereka. Sementara ada orang-orang lain yang hati mereka dipenuhi dengan kebaikan dan kekayaan oleh Allah, seperti amr bin Taghlib.” amr bin Taghlib berkata,”perkataan Rasulullah itu lebih kusukai daripada himar yang paling bagus.” (HR. Bukhari) Penyambutan Menjelang Perang Badar Tatkala beliau tiba di ar Rawha menjelang perang Badar, beberapa pimpinan kaum Muslimin menjumpai beliau. Mereka ini adalah kaum Muslimin yang keluar untuk memberikan ucapan selamat dan sambutan kepada beliau ketika mendengar berita gembira perihal kemenangan yang disampaikan oleh dua orang utusan di atas.Ketika itu, berkatalah Salamah bin Sallamah,”Untuk apa kalian mengucapkan selamat untuk kami? Demi Allah, kami hanya menjumpai orang-orang renta yang botak seperti unta!”Mendengar hal itu, Rasulullah hanya tersenyum, kemudian berkata,”Wahai Anak saudaraku, mereka itu pemuka kaum!” (Sirah Shafiyyurahman Al Mubarakfury) Perlakuan Berbeda Kepada 3 Sahabat Dari Aisyah RA, dia berkata, "Pada suatu ketika, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sedang berbaring di rumah saya dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abu Bakar RA minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang {tentang suatu hal}. Lalu Umar bin Khaththab datang dan meminta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilahkannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang {tentang suatu hal}. Kemudian Utsman bin Affan datang dan meminta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasululah pun mempersilahkannya untuk masuk seraya mengambil posisi duduk dan membetulkan pakaiannya. {Muhammad berkata, 'Saya tidak mengatakan hal itu pada hari yang sama}. Lalu Utsman bin Affan masuk dan langsung bercakap-cakap dengan beliau tentang berbagai hal. Setelah Utsman keluar dari rumah, Aisyah pun mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan bertanya, "Ya Rasulullah, tadi ketika Abu Bakar masuk ke dalam rumah, engkau tidak terlihat tergesa-gesa untuk menyambutnya. Kemudian ketika Umar datang dan masuk ke dalam rumah, engkau pun menyambutnya dengan biasa-biasanya saja dan tidak terlalu menghiraukannya. Akan tetapi begitu Utsman bin Affan datang dan masuk ke dalam rumah, maka engkau segera bangkit dari pembaringan dan langsung mengambil posisi duduk sambil membetulkan pakaian engkau. Sebenarnya ada apa dengan hal ini semua ya Rasulullah?" Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjawab, "Hai Aisyah, bagaimana mungkin aku tidak merasa malu kepada seseorang di mana para malaikat saja malu kepadanya." (HR. Muslim) Tawaran untuk kaum anshar Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim katanya, ketika Allah memberi Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam rampasan (fai) pada perang Hunain, beliau membagi rampasan itu untuk orang-orang yang hatinya masih perlu ditarbiyah (muallaf), dan beliau sama sekali tidak memberi bagian sahabat anshar. Rupanya sahabat anshar ini emosi karena tidak memperoleh bagian sebagaimana yang lain memperolehnya. Maka kemudian Rasulullah menyampaikan pidato: "Hadirin kaum Anshar, bukankah aku dahulu menjumpai kalian dalam keadaan sesat lantas Allah memberi kalian petunjuk dengan perantaraanku? Dahulu kalian dalam keadaan terpecah-belah lantas Allah mendamaikan kalian dengan perantaraanku? Dan kalian dalam keadaan miskin lantas Allah mengayakan kalian dengan perantaraanku? Setiap kali Nabi menyampaikan sesuatu, mereka jawab; "Allah dan rasul-Nya lebih terpercaya." Beliau meneruskan: "Lantas alasan apa yang menghalangi kalian menerima Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Kata Zaid, setiap kali Rasulullah mengatakan sesuatu mereka jawab; "Allah dan rasul-Nya lebih terpercaya!" Kata Nabi: "Silahkan kalian mengatakan; Anda datang kepada kami dengan demikian dan demikian." Tidakkah kalian puas manusia membawa kambing dan unta, sedang kalian membawa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kalian shallallahu 'alaihi wasallam ke persinggahan kalian? kalaulah bukan karena hijrah, aku pasti menjadi orang Anshar, kalaulah manusia mengarungi sebuah lembah dan lereng, niscaya aku mengarungi lembah dan lereng Anshar. Anshar adalah pakaian luar -maksudnya primer dan utama- sedang manusia lain hanyalah pakaian dalam -maksudnya sekunder, kurang utama- sepeninggalku, akan kalian temui sikap-sikap egoistis dan individualistis, maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku di telaga." (HR. Bukhari)

Jasa Pengetikan Online Murah di Bumi Sari Natar Lampung Selatan

Jasa Pengetikan Online Murah di Bumi Sari Natar Lampung Selatan Kami merupakan jasa ketak ketik yang bergerak di bidang usaha pengetikan kom...